Kisah Nyata Perjuangan Seorang Mualaf Menuju Islam yang Kaffah

Kisah Nyata Perjuangan Seorang Mualaf Menuju Islam yang Kaffah - Ini adalah sebuah cerita yang mengambarkan perjuangan seorang pria bernama Abdul Azi Laia yang setelah menjadi Muslim ingin menjadi Muslim yang kaffah.  "Saya ingin menunjukkan kesungguhanku setelah memeluk Islam. Saya bukanlah seperti kebanyakan orang yang hanya menginginkan manfaat dari predikat mualaf yang kusandang," kata dia seperti dilansir Annaba-Center, Jumat (13/2).


Keteguhan hatinya inilah yang menjadikan ia dipercaya sebagai ketua remaja masjid di tempat ia tinggal. Bersama rekan-rekannya, Aziz menggagas didirikannya tempat khusus membaca dan mempelajari Alquran di Kecamatan Tualang Perawang, Siak, Riau.
"Ini akan menjadi media bagi saya khususnya dan bagi rekan-rekan para muallaf di tempat sekitar saya tinggal nantinya". Aziz juga belajar membaca Alquran pada sang marbot yang mengislamkannya.

Meski hal ini menjadi salah satu cara baginya untuk mendalami Islam, namun tetap saja Aziz masih mengalami kebingungan dalam mengenali Islam seutuhnya. Predikat ketua remaja masjid yang diembannya ternyata belum memberikan kepuasan tersendiri bagi rasa dahaganya terhadap agama Islam.

  • Tidak ada yang membimbing dia mendalami Islam
"Tak ada yang membimbingku mendalami agama. Namun di tengah kondisi itu, aku tak pernah absen untuk shalat berjamaah di masjid", pungkas pria yang akrab dipanggil bang Aziz ini.

Kesungguhan yang diperlihatkan Aziz memang membuat masyarakat terpukau. Jarang di jumpai dalam kehidupan modern saat ini, seseorang yang benar-benar getol dalam mencari jati dirinya sebagai hamba Allah SWT. konon lagi ia adalah seorang mualaf.

Bak pepatah mengatakan "bagai gayung bersambut", keinginan Abdu Aziz Laia dijawab oleh Allah dengan mempertemukannya dengan seorang ustadz di Kecamatan Tualang ini.  Ustadz itu berdiskusi dengan Aziz dan menyarankan agar ia segera mendalami ilmu agama Islam di pulau Jawa.

Tak disangka-sangka, Alhamdulillah ternyata "Saya bertolak dari Riau dengan membawa uang sebesar 13 juta yang dikumpulkan oleh masyarakat. Subhanallah. Semoga kebaikan mereka dibalas oleh Allah SWT. dengan berlipat ganda", harap Aziz.

Allah SWT dalam fimannya menyebutkan bahwa Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu berusaha dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga untuk merubahnya.

Artinya:

........Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri........(Q.S. Ar Rad [13]: 11)

Begitu pula dengan Aziz, semangat yang menggebu-gebu inilah yang membawa ia untuk berupaya dengan sedaya mampunya untuk menuntut ilmu di Pulau Jawa. Tak terasa selama tiga bulan ia telah menekuni pembelajaran ini. Pandeglang merupakan tempat ia belajar bersama para santri lain kemudian ia lanjutkan ke Tasikmalaya selama setahun di sana.

Namun, selama ia belajar di kedua tempat tersebut, Aziz tetap saja merasa kebutuhan pengetahuan tentang Islam masih belum terpenuhi karena tidak ada pembinaan khusus mualaf seperti dirinya.

Tak terasa selama proses pembelajaran tersebut, Abdul Aziz Laia mulai kehabisan bekal yang ia peroleh dari warga tempat dimana ia masuk Islam. "Saya masih belum mendapatkan kepuasan batin dalam proses pencarian ini, namun saya sudah kehabisan bekal sehingga memaksa saya untuk bekerja agar saya bisa menafkahi diri sendiri", papar Aziz terlihat wajahnya memelas.

Ia bekerja di klink pesantren dan hanya diperbolehkan ikut belajar bersama para siswa Aliyah setelah tugas-tugasnya selesai. Itupun tanpa terlibat aktif dan menerima rapor karena ia tak mampu membayar SPP. "Di kelas, aku hanya jadi pendengar," ucap dia.

  • Pesantren Pembinaan Mu'allaf-Yayasan An-Naba' Center (PPM-YAC)
Atas izin Allah SWT, Aziz dipertemukan dengan seorang ustaz yang berasal dari Sumatera Utara. Ustadz Syamsul Arifin Nababan, seorang ustaz yang getol mendakwahkan Islam dan mengasuh pesantren pembinaan khusus mualaf. "Allah mempertemukanku dengan beliau, sungguh tidak dapat kusangka ternyata beliaulah yang mendidik dan mengajariku tentang Islam ke depan", Aziz dengan bangga menjelaskan hal itu.

Pesantren Pembinaan Mu'allaf-Yayasan An-Naba' Center (PPM-YAC), nama pesantren tempat Aziz tinggal. Pesantren ini tidak membebankan finansial kepada Aziz, hanya mendidik dan mengajarkan bagaimana Aziz dan para mualaf lainnya mempelajari dan memahami Islam. Kini, Aziz mulai menghafal Alquran dan tidak jarang ia mulai berkhutbah dari masjid ke masjid pada setiap hari Jumat.

"Beliau, ustadz Nababan, merupakan sosok yang sangat mulia. Beliau tidak hanya menerimaku sebagai santri di pesantrennya, tetapi juga memperjuangkanku agar bisa berkuliah layaknya orang-orang yang mampu untuk menempuh gelar sarjana", ungkap Aziz.

Atas perjuangan sang ustadz pula, Aziz dapat berkuliah di LIPIA . Di samping itu, semangat dakwah yang tinggi dalam dirinya mendorongnya untuk mendalami ilmu dakwah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah Al-Hikmah, Jakarta Selatan. Selain berkuliah, pria yang bercita-cita menjadi dai ini juga sibuk berdakwah di berbagai tempat.

Kini, Aziz mengaku puas dan tenang. "Subhanallah, kehidupan menjadi sangat indah dengan Islam." Keindahan itu, katanya, tidak akan ia gadaikan dengan apapun. "Diiming-imingi apapun, dan diancam dengan apapun, saya tidak akan meninggalkan agama ini. Jiwa ragaku untuk Islam," tegasnya.

Semoga kisah perjuangan ini bisa menjadi lentera buat kita yang sejak lahir sudah muslim karena orang tua kita muslim. Mari selalu berbenah memperbaiki keimanan dan ketaqwaan kita kepada Alloh. Sebenarnya semua perjuangan itu akan kembali kepada kita sendiri. Dan keikhlasan beserta kesungguhan adalah kuncinya.

0 Response to "Kisah Nyata Perjuangan Seorang Mualaf Menuju Islam yang Kaffah"

Posting Komentar